Kelompok Mahasiswa Gelar FGD Bahas Isu Kondusifitas Pangandaran, Soroti Polemik Keramba Jaring Apung

Image of Kja (1)

PANGANDARAN, pewarta.id – Sejumlah mahasiswa menggelar Focus Group Discussion (FGD) membahas isu-isu strategis yang dinilai berpotensi mengganggu kondusifitas di Kabupaten Pangandaran, Selasa (23/9/2025). Acara tersebut berlangsung di salah satu rumah makan kawasan Pamugaran, Pantai Barat Pangandaran, dengan menghadirkan berbagai tokoh penting daerah.

Dalam forum itu hadir Mantan Bupati Pangandaran pertama, Jeje Wiradinata, yang kini menjabat Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran. Turut mendampingi, Kasdim Kodim 0625 Mayor Inf. M. Junaedi, Kasat Polairud Polres Pangandaran Iptu Anang Tri, Forum Komunikasi Pelaku Wisata Pangandaran, serta sejumlah stakeholder pariwisata.

Salah satu isu yang paling mengemuka dalam diskusi ialah polemik keberadaan keramba jaring apung (KJA) di perairan Pangandaran. Belakangan, topik ini ramai diperbincangkan publik, bahkan viral di media sosial, setelah adanya kabar pemasangan oleh pihak perusahaan di Pantai Timur.

Jeje Wiradinata dalam kesempatan itu menegaskan, substansi diskusi bukan semata menyoal KJA, melainkan bagaimana menjaga Pangandaran sebagai destinasi wisata unggulan. Menurutnya, apapun bentuk kegiatan pembangunan harus sejalan dengan visi pariwisata daerah.

“Intinya itu yang kita jaga. Apapun kegiatan yang ada, termasuk KJA, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai pengembangan wisata di Pangandaran. Kalau pun harus ada, ya harus harmonis, saling mendukung, dan membawa manfaat,” ujar Jeje.

Baca Juga :  Gubernur Jabar Soroti Warisan Tatar Galuh Saat Ngarak Pataka di Hari Jadi Ciamis ke-383

Ia mengungkapkan, pada FGD di Jakarta yang juga dihadiri para pembudidaya, sempat muncul permintaan agar diberikan lahan 3 hektar untuk pemasangan KJA di Pantai Timur. Namun dirinya menyarankan agar hanya 2.000 meter saja, dan lokasi yang dipilih pun harus diperiksa dengan cermat agar tidak menimbulkan gangguan.

“Apakah sekarang mengganggu atau tidak, kan perlu dicek langsung di lapangan,” tambahnya.

Image of Kja (2)

Lebih jauh, Jeje menyinggung soal potensi budidaya lobster. Ia menilai, daripada benih lobster justru diekspor keluar, akan lebih baik jika dikembangkan di Pangandaran melalui pola budidaya yang ramah lingkungan. Meski demikian, ia mengingatkan agar pengembangan sektor perikanan jangan sampai merusak tata kelola wisata yang sudah menjadi kebijakan utama pemerintah daerah.

“Wisata ini sudah terbukti memberi dampak politik dan ekonomi bagi masyarakat. Maka jangan sampai terganggu. Masyarakat juga harus merasa memiliki wisata Pangandaran, bukan sekadar berjualan lalu mendapat uang, tapi ikut menjaganya,” tegasnya.

Jeje menambahkan, hingga kini dirinya masih menunggu kedatangan pihak Universitas Padjadjaran (Unpad) untuk melakukan survei lapangan terkait lokasi yang memungkinkan pemasangan KJA. “Sudah lebih dari satu bulan saya menunggu pak Dekan. Karena kesepakatannya memang harus tinjau lapangan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Dinosaurus Dan Sejumlah Binatang Purba Masuk ke Garut

Ia juga menyoroti sikap perusahaan PT PBS yang dianggap terburu-buru memasang KJA tanpa lebih dulu menggelar forum dialog dengan para pemangku kepentingan di daerah. Padahal, meskipun izin dikeluarkan oleh kementerian maupun pemerintah provinsi, masyarakat pesisir, pelaku wisata, hingga nelayan juga akan terkena dampak langsung.

“Kalau sejak awal dilakukan FGD bersama stakeholder, tentu tidak akan menimbulkan polemik seperti ini. Sekarang kan masyarakat kaget, tahu-tahu sudah terpasang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Jeje mengingatkan bahwa dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pembangunan berkelanjutan yang mengacu pada RPJMD 2025–2029, Pangandaran telah menegaskan arah kebijakan pembangunan wisata mendunia dengan memperhatikan aspek pendidikan, agama, dan karakter.

“Ada poin penting, yaitu penataan wisata yang aman, nyaman, dan berkesinambungan. Arah kebijakan pembangunan destinasi pantai kita jelas, aktivitas wisata air hanya ramah dilakukan di Pantai Pangandaran dan Pantai Batukaras. Itu harus dijaga konsistensinya,” pungkas Jeje.

FGD yang diprakarsai mahasiswa ini pun menjadi ruang dialog terbuka bagi semua pihak, sekaligus momentum untuk mencari solusi terbaik agar sektor perikanan dan pariwisata di Pangandaran bisa berjalan berdampingan, tanpa saling merugikan.***

Facebook Comments Box

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *