Gula Rafinasi Diduga Bocor dari Lakbok Ciamis, Rembes ke Berbagai Daerah

Gula Rafinasi Diduga Bocor dari Lakbok, Ribuan Ton Mengalir ke IKM/ilustrasi oleh AI
Gula Rafinasi Diduga Bocor dari Lakbok, Ribuan Ton Mengalir ke IKM/ilustrasi oleh AI

Daftar Isi

Ciamis, Pewarta.id,- Dugaan distribusi ilegal gula kristal rafinasi (GKR) dari Lakbok, Kabupaten Ciamis, menguat.

Ribuan kilogram GKR disebut mengalir rutin ke berbagai industri kecil menengah (IKM) di Kota Banjar, Pangandaran, hingga Jawa Tengah.

Truk-truk GKR datang ke Lakbok secara berkala, siang dan malam. Gula tersebut diduga kuat disalurkan secara nonresmi ke sejumlah pengrajin gula coklat sukrosa.

Pengakuan Pengrajin: Dapat Pasokan dari Lakbok

Sadiman, pengrajin asal Desa Waringinsari, Kota Banjar, mengaku menggunakan GKR dalam produksinya.

Ia mengaku mendapatkan pasokan gula rafinasi dari seseorang di Lakbok Ciamis, pemilik sebuah CV dan juga memproduksi gula coklat sukrosa seperti dirinya.

“Saya dapat gula rafinasi dari Lakbok,” kata Sadiman, Kamis (17/4/2025).

Dalam sepekan, Sadiman memproduksi 8,7 ton gula coklat sukrosa dari campuran GKR, molases, glukosa, dan bahan tambahan lainnya.

Namun, sumber gula rafinasi yang dipakai Sadiman diduga tak berasal dari distributor resmi.

CV yang Sadiman maksud, menurut keterangan narasumber menerima pengiriman rutin dari PT di Jakarta, sekali kirim 35 ton, tiga kali seminggu. Artinya, sekitar 105 ton gula rafinasi masuk ke CV ini tiap pekan.

Baca Juga :  Polres Ciamis Tegaskan Netralitas dalam Pilkada 2024, Apel Gelar Pasukan Operasi Mantap Praja Digelar

Masalahnya, produksi gula coklat sukrosa di CV yang dikelola suami-istri ini diperkirakan hanya butuh 1,4 ton per pekan. Sisanya diduga dijual ke IKM lain.

“Produksi mereka maksimal dua ton per hari. Hitung saja, sisanya ke mana?” kata seorang sumber yang enggan disebut namanya.

Truk yang mengangkut gula juga disebut sering berganti pelat, dari AD, Z, hingga D. “Kadang langsung dipindah ke truk lain yang sudah standby,” ujar warga.

Ada 10 CV Diduga Terlibat

Menurut sumber di lapangan, setidaknya ada sepuluh CV di Lakbok yang menjalankan modus serupa,  mendirikan IKM sebagai kedok, lalu mengedarkan GKR ke pasar luar.

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2019 dengan jelas melarang GKR dijual ke luar industri besar pengguna akhir.

Distribusi harus lewat saluran resmi yang terdaftar di AGRI (Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia).

Ketua Umum AIKMA, Ir. Suyono, menyebut rembesan GKR ke pasar konsumsi bisa merusak ekonomi nasional.

“Harga gula konsumsi dari petani jatuh. Pabrik gula lokal bisa tutup. Gula rafinasi lebih murah, pasar jadi rusak,” jelasnya, Kamis (8/5/2025).

Baca Juga :  APP P3UKDK Ciamis Rayakan HUT ke-19, Kukuhkan Komitmen Pengabdian

Suyono menyebut 15 juta pekerja menggantungkan hidup dari industri tebu. Dari tukang cangkul hingga petugas pabrik, semuanya terancam.

Data APTRI Jawa Barat menunjukkan harga gula konsumsi dari tebu rakyat turun 20% dalam tiga tahun terakhir.

“Produk kami kalah harga. Banyak penderes kelapa dan aren kini menganggur,” ujar seorang penderes asal Pamarican.

Tak hanya ekonomi, dampak kesehatan juga menghantui.

Uji lab di Cilacap menunjukkan produk gula coklat berbasis GKR mengandung natrium metabisulfit hingga 7.000 mg/kg, melebihi ambang aman BPOM, yaitu 40 mg/kg.

Paparan jangka panjang bisa menyebabkan gangguan pencernaan, alergi, hingga asma.

Lemahnya Pengawasan

Meski Lakbok ditetapkan sebagai sentra IKM gula, pengawasan masih lemah. Dugaan distribusi GKR ilegal berlangsung tanpa inspeksi maupun penindakan.

Pemkot Banjar pun dinilai tak siap mengontrol arus bahan baku di lapangan.

Pewarta.id sempat mencoba mengkonfirmasi ke CV yang dimaksud Sadiman, Kamis (8/5/2025), namun tak membuahkan hasil.

“Barusan keluar,” kata seorang pekerja.

Warga setempat menyebut pemilik enggan diwawancarai.

“Sampai kiamat juga gak mau ketemu,” ucap seorang warga.***

Facebook Comments Box

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *