Kota Banjar, Pewarta.id,- Efisiensi anggaran di Pemerintah Kota Banjar mencapai Rp15,3 miliar. Angka ini merupakan hasil penghematan dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk Sekretariat DPRD (Setwan).
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Banjar, Asep Mulyana, menjelaskan bahwa efisiensi ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD.
Dana hasil efisiensi tersebut akan direalokasikan ke tujuh program prioritas nasional dan lokal, yang telah disesuaikan dengan kebijakan strategis seperti Asta Cita Presiden, Jabar Istimewa, dan Banjar Berdaya Masagi.
“Komposisi realokasinya sedang difinalisasi di Bappelitbangda karena merekalah yang menyelaraskan kebutuhan daerah dengan arahan pusat,” ujar Asep, Selasa (15/4/2025).
Tujuh Bidang Prioritas Realokasi Anggaran
Realokasi anggaran diarahkan ke tujuh sektor utama, yaitu:
- bidang pendidikan
- bidang kesehatan
- infrastruktur dan sanitasi
- optimalisasi penanganan pengendalian inflasi
- stabilitas harga makanan dan minuman
- penyediaan cadangan pangan
- prioritas lainnya yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, Asep menyampaikan bahwa Efisiensi dilakukan pada pos belanja yang dinilai tidak esensial, seperti, Pemotongan perjalanan dinas hingga 50%, kemudian Pengurangan honor narasumber dan tenaga ahli.
Selain itu, Penghentian kegiatan seperti Focus Group Discussion (FGD) yang tidak berdampak langsung pada pelayanan.
“Honor narasumber tetap ada dasar hukumnya, tapi kami nilai tidak terlalu mendesak sehingga dikurangi, bukan dihilangkan,” jelas Asep.
Namun, tidak semua pos bisa dipangkas. Dana yang berasal dari DAK, DAU Specific Grant, atau DBH Cukai Hasil Tembakau tidak terdampak efisiensi anggaran.
Efisiensi Tak Ganggu Pelayanan Publik
Asep memastikan bahwa efisiensi anggaran ini tidak akan mengganggu pelayanan dasar kepada masyarakat.
Justru, anggaran yang semula digunakan untuk operasional internal OPD kini diarahkan untuk memperkuat sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan ketahanan pangan.
Sebagai contoh, meskipun Dinas Pendidikan mendapat pemangkasan pada belanja operasional, namun dalam realokasi anggaran bisa saja memperoleh tambahan anggaran untuk program strategis seperti Bantuan Siswa Berdaya Masagi atau rehabilitasi ruang kelas.
“Jadi jangan salah tafsir. Ada OPD yang memang dipotong di satu sisi, tapi di sisi lain mereka justru mendapat tambahan anggaran yang lebih besar karena programnya menyentuh masyarakat,” tambahnya.
Dorong Efisiensi Modern dan Budaya Kerja Baru
Asep juga menyinggung adanya perubahan pola kerja dampak dari efisiensi anggaran ini.
Ia mencohtohkan beberapa lembaga dan kementerian, seperti penerapan Work From Anywhere (WFA), yang mulai dicontohkan di daerah sebagai strategi efisiensi jangka panjang.
Menurutnya, model kerja yang lebih fleksibel ini perlu disesuaikan dengan budaya pelayanan publik.
Ia mengakui bahwa pergeseran dari layanan tatap muka ke digital kadang dianggap mengurangi pelayanan, padahal sebaliknya, justru bisa menekan potensi praktik korupsi.
“Intinya, efisiensi ini bukan sekadar memangkas, tapi mengubah budaya kerja dan menata ulang prioritas agar pelayanan tetap optimal,” tegasnya.***