CIAMIS, pewarta.id – Ketua Forum Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Jawa Barat, Ato Rinanto datangi Pengadilan Negeri Ciamis, Kedatangan dimaksud untuk mengirim surat resmi keberatan atas tuntutan yang dijatuhkan oleh Jaksa, pada kasus oknum Seorang guru ngaji berinisial NHN (25), disalah satu lembaga pendidikan agama di kecamatan cihaurbeuti, atas dugaan persetubuhan dan pencabulan terhadap muridnya, MK (14), asal Kabupaten Tasikmalaya.
Kasus yang berawal pada tahun 2022, dengan korban MK saat itu berusia 12 tahun yang sedangan belajar di tempat tersangka NHN mengajar.
Menurut Ato, pihaknya merasa sangat keberatan atas tuntutan yang jaksa berikan kepada NHN, dimana di tuntutan hukuman 10 tahun dan denda 100 juta rupiah. Ini bukan hanya mencendrai dunia perlindungan anak juga mengkecewakan keluarga korban.
“tuntutan 10 tahun dan denda 100 juta ini, insenden buruk untuk perlindungan anak, ini adalah tuntutan yang paling ringan.” ungkap Ato Rinanto, Jumat (17/10/2025).
Forum KPAID Jawa Barat sebagai pendamping korban, mengajukan surat keberatan atas tuntutan tersebut, sebagaimana diatur dalam Ancaman hukuman untuk persetubuhan anak dalam UU No. 35 Tahun 2014 (perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak) adalah pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Jika pelaku adalah orang tua, wali, pengasuh, atau tenaga pendidik, hukumannya ditambah sepertiga dari ancaman maksimal. Selain itu, pelaku juga dapat dikenakan denda maksimal Rp 5 miliar, seperti diatur dalam Pasal 81 dan 82 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Untuk tindak pidana oleh orang tua/wali/pengasuh/pendidik (orang terdekat) ada tambahan hukuman, dengan tambahan sepertiga dari pidana maksimal (yaitu 15 tahun + 5 tahun = 20 tahun) dengan denda Maksimal Rp 5 miliar.” Tegas Ato.
Masih Menurut Ato, Pihaknya telah mengantongi data korban lebih datu satu lain selain MK, data ini agar dapat sebagai pertimbangan jaksa untuk memutuskan terhadap terduga pelaku tersebut.
“iya tahapan ini sudah kami lakukan, kami menghormati apapun nanti keputus Mejelis Hakim dengan seadil-adilnya, kami berharap Majelis Hakim dapat memahami secara utuh peristiwa ini, dan mempertimbangkan bahwa pelaku ini korbannya tak hanya satu yang kami kawal, namun kami mempunyai fakta dan data korbannya lebih dari satu.” harap Ato.
Sementara itu, Majelis Hakum menjawalkan sidang putusan kasus ini akan digelar pada tanggal 21 Oktober 2025. ***