Ciamis, pewarta.id — Riak Ramadhan 2025 yang menjadi tempat berlangsungnya pertunjukan budaya, dialun-alun Ciamis sejak 23 Maret. Sebagai puncak kegiatan bertajuk “Yaumiddini”. Acara ini tidak hanya menjadi tontonan, tetapi juga ruang perjumpaan lintas agama dan budaya. Tanpa jargon toleransi, para seniman membuktikan bahwa seni bisa menyatukan perbedaan dengan cara yang sederhana dan menyentuh.
Riak Ramadhan ruang tempat berkreasi dalam suasana ngabuburit menjelang waktu berbuka puasa, ratusan warga dan pemudik berkumpul menyaksikan pertunjukan bertajuk Yaumiddini, puncak dari rangkaian kegiatan Riak Ramadan 2025.
Pentas bertema Musik Menggerakkan Puisi ini menghadirkan kolaborasi unik lintas iman. Tampil di atas panggung antara lain Gamelan Ki Pamanah Rasa (komunitas pemuda Muslim), Angklung Silih Asih dari Gereja Katolik Santo Yohanes (umat Katolik Tionghoa), Sakola Motekar (anak-anak Muslim), serta seniman-seniman independen seperti Noer JM, Didon Nurdani, Jessica Purboyo, Andi Slide, dan Dalang Rian Nugraha.
Dengan memadukan musik, puisi, satire sosial, dan wayang, Yaumiddini menyampaikan pesan cinta sekaligus kritik terhadap kondisi bangsa. Puisi-puisi karya Emha Ainun Nadjib menjadi pengikat utama dalam pertunjukan ini. Penonton disuguhi cerita kepemimpinan Indonesia dari masa ke masa dalam gaya teatrikal dan jenaka, namun sarat makna.
“Meski perjalanan bangsa ini penuh luka dan ketidaksempurnaan, kecintaan kami tak pernah padam. Kami menyampaikannya melalui seni,” ujar Mang Ebel, penulis naskah Yaumiddini. Sabtu (29/03/2025).
Pertunjukan orasi takjil berjudul “Kolak Koruptor” dan “Es Campur Pemuda Negeri”. Merukpakan Salah satu segmen menarik dengan gaya yang santai dan humoris, para seniman menyindir berbagai fenomena sosial dan politik yang terjadi di sekitar kita.
Menjelang waktu berbuka puasa, pertunjukan ditutup dengan puisi Yaumiddini yang penuh doa dan harapan, diiringi lagu “Al I’tiraf” dalam format kolaboratif. Semua pemain naik ke panggung, menutup acara dengan semangat persaudaraan.
Dari Ciamis Untuk Indonesia, melalui pertunjukan ini menyampaikan pesan bahwa seni bisa menjadi bahasa bersama. Yaumiddini menjadi contoh nyata bahwa keragaman bukan halangan untuk bersatu, dan bahwa harapan untuk Indonesia yang damai masih terus hidup.**