Ketua IJTI Galuh Raya Soroti Dampak Era Disrupsi Informasi terhadap Media Mainstream dan Demokrasi

Image of Img 20241122 wa0024

CIAMIS, pewarta.id  – Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Galuh Raya, Yosep Trisna, mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak era disrupsi informasi yang kini mengguncang dunia media, khususnya akibat pergeseran signifikan arus informasi ke media sosial.

 

Dalam pernyataannya pada Senin (21/04/2025), Yosep menilai bahwa kondisi ini telah menciptakan ketimpangan serius dalam penyampaian informasi kepada publik. Ia menyebut adanya “perang dingin” antara media mainstream dan media sosial, menyusul semakin banyaknya pejabat publik yang lebih memilih menyampaikan kebijakan maupun pernyataan resmi melalui kanal media sosial pribadi.

 

“Penyampaian kebijakan dan pernyataan resmi secara sporadis di media sosial yang cenderung subjektif justru melemahkan posisi media mainstream sebagai pilar keempat demokrasi,” tegas Yosep.

Baca Juga :  Puluhan Perangkat Desa di Kecamatan Rajadesa diberikan Sosialisasi tentang Sistem Informasi Desa

 

Menurutnya, media sosial kini telah bertransformasi menjadi wadah pencitraan pribadi para tokoh publik. Bahkan, ironisnya, media sosial mulai dilegitimasi sebagai saluran informasi dan kebijakan yang sah, tanpa melalui proses verifikasi yang ketat sebagaimana dilakukan oleh media profesional.

 

Yosep mengingatkan bahwa bila tren ini terus dibiarkan, maka akan mengancam fungsi utama media massa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Ia juga menyoroti pentingnya peran media dalam menjaga kualitas informasi dan menjadi alat kontrol sosial dalam sistem demokrasi.

Baca Juga :  Lounching "KLIK RAMAH" diresmikan Oleh Atalia Ridwan Kamil

 

Atas situasi ini, IJTI Galuh Raya mendorong seluruh pemangku kepentingan, khususnya pejabat publik, untuk kembali menghormati peran strategis media mainstream. Ia menekankan bahwa media profesional harus tetap menjadi mitra dalam pembangunan dan pendidikan publik yang kredibel dan demokratis.

 

“Pemerintah harus tetap menjadikan media mainstream sebagai rujukan resmi dan ruang diskusi yang sehat dalam demokrasi, bukan sekadar formalitas atau pelengkap seremoni,” tutup Yosep Trisna.***

Facebook Comments Box

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *