Akademisi Dr. Erlan Suwarlan. Pelanggar Pemilu Politisasi Rice Cooker dan Money Politik Harus Ditindak

CIAMIS, pewaeta.id – Ramainya pemberitaan disejumlah media mengenai Pemilu 2024 yang banyaknya terjadi pelanggaran. Akademisi Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Galuh Ciamis Dr. Erlan Suwarlan, S.IP., M.I.Pol mendorong Bawaslu agar bersikap tegas dengan banyaknya kejadian-kejadian seperi rice cooker dan money politik agar ditindak.

Mulai dari politisasi bantuan rice cooker dari pemerintah pada saat masa kampanye hingga dugaan money politik. Kasus politisasi rice cooker sudah Bawaslu Ciamis tangani, namun berhenti di tengah jalan dengan alasan kurangnya alat bukti di sentra GAKKUMDU.

Namun Belum lama ini, pelanggaran Pemilu oleh caleg kembali terjadi. Calon legislatif DPR RI itu diduga melakukan money politik pada saat masa tenang kampanye.

“Dalam kasus yang dianggap kurang alat bukti dapat telusuri bagian mana yang tidak terpenuhi. Kalau tidak terpenuhi, bisa terhenti di tengah jalan,”Kata Dr. Erlan Suwarlan, S.IP., M.I.Pol kepada pewarta.id, Kamis (22/2/2024).

Dalam penanganan pelanggaran lanjut dia, biasanya ada syarat formal. Meliputi pihak yang melaporkan, waktu pelaporan tidak melebihi batas waktu.

Kemudian keabsahan laporan dugaan pelanggaran, kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan pelanggaran dengan kartu identitas, tanggal dan waktu pelaporan.

Selain itu, ada juga syarat materil yang meliputi identitas pelapor, nama dan alamat pelapor, peristiwa dan uraian kejadian, waktu dan tempat peristiwa terjadi. Lalu saksi-saksi yang mengetahui peristiwa, dan perolehan barang bukti.

Baca Juga :  Untuk Capai Visi Misi. Asn Kabupaten Ciamis Harus Profesional Serta Memiliki Karakter Sebagai Pelayan Publik

Lebih lanjut Erlan menuturkan, money politik sudah dinyatakan sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa), oleh karenanya sangat berbahaya.

Dalam data Bawaslu sendiri, baik pada Pemilu 2019 maupun Pilkada 9 Desember 2020, money politik itu terjadi di setiap tahapan pemilu.

Misalnya terjadi dalam 4 tahap terakhir, yaitu masa kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil pemilu.

Paling memprihatinkan adalah data survei KPK beberapa tahun lalu, yang mana sebesar 71,72% masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah.

Bawaslu dan KPU Harus Jadi Garda Terdepan Penyelamat Demokrasi

Angka tersebut, kata Erlan, sangat besar. Ini yang miris dan memprihatinkan. Potensi pelanggaran masih rawan terjadi, sengaja atau tidak, kapan, dimanapun oleh siapapun.

Terlebih saat ini ada suara-suara ketidakpercayaan terhadap Bawaslu maupun KPU, terutama soal Sirekap yang sangat bermasalah.

“Saya termasuk yang sangat setuju agar melakukan audit forensik terhadap Sirekap yang tujuan awalnya sangat baik, namun implementasinya tidak sesuai dengan tujuan awalnya,” tuturnya.

Belum lagi soal tagline-nya, Bersama Bawaslu Kita Tegakkan Keadilan Pemilu.

“Ini slogan yang gagah saya kira, maka Bawaslu harus benar-benar komit dan tanpa rasa takut untuk menegakkan keadilan pemilu,” ucapnya.

Baca Juga :  Letkol Inf Wahyu Alfian Arisandi Komandan Baru Kodim 0613/Ciamis

Erlan mengatakan, Bawaslu dan KPU adalah pelaksana peraturan perundangan-undangan, maka harus taat asas, taat aturan, dan menegakkan etika.

Hal itu agar pemilu benar-benar sukses proses dan sukses hasil. Hasilnya bisa diterima oleh semua pihak.

“Pemilu hadir agar peralihan kekuasan berjalan baik, kalau menjadi ribut malah aneh,” ujar Erlan.

Lanjutnya, dari banyak peristiwa, maka evaluasi terdekat terhadap Bawaslu dan KPU pusat maupun daerah adalah dalam putaran kedua (jika terjadi dua putaran). Selain itu dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 November 2024 mendatang.

Masih kata Erlan, dalam banyak kasus, baik di Bawaslu maupun KPU, masih di tengarai partisan kaki tangan Partai Politik (Parpol). Kondisi-kondisi seperti ini yang sejak awal bisa melemahkan keduanya. Belum lagi dengan persoalan perilaku/etika dan tindakan koruptif.

Bawaslu dan KPU pusat maupun daerah dalam setiap periode kepemimpinannya selalu di warnai sejumlah kasus hingga saat ini.

Tidak menutup kemungkinan Bawaslu dan KPU juga mendapatkan tekanan, bujukan, godaan, bahkan intimidasi dari orang-orang kuat.

Dalam posisi seperti itu, maka keduanya harus berani berjihad untuk menyelamatkan demokrasi dan masa depan bangsa untuk generasi mendatang.

“Bawaslu dan KPU harus benar-benar menjadi penyelamat dan garda terdepan, agar konsolidasi demokrasi menjadi establish,” pungkas.

Facebook Comments Box

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *